Jumat, 08 Juli 2011

Kursus 'Kematian' untuk Hindari Bunuh Diri


Menjadi salah satu negara dengan kasus bunuh diri tertinggi di dunia, Korea Selatan telah menghadapi kematian yang tidak biasa. Setidaknya 70 orang di Korsel mencari makna kehidupan di peti mati dengan mengikuti kursus 'kematian'.

Terdengar aneh bila untuk melewati proses alamiah seperti kematian orang harus mengikuti seminar dan kursus. Tapi hal itulah yang dilakukan sekitar 70 orang di Korea Selatan untuk dapat menghargai kehidupan mereka dan tidak memikirkan bunuh diri.

Orang yang mengikuti kursus 'kematian' akan menggunakan rami tradisional berwarna kuning, berbaring di sebuah peti mati dengan tenang. Kemudian peti mati ditutup hingga orang yang masuk ke dalam peti mati benar-benar merasakan gelap dan pengalaman kematian.

Hal ini akan membuat mereka menyadari bahwa ketakutan terburuk seperti kegelapan abadi akan datang. Di dalam peti mati mereka juga akan berjanji untuk mengubah arti kehidupan dan memberikan kesempatan untuk mengenal diri sendiri.

"Betapa bersyukurnya saya bahwa ini adalah pemakaman palsu, tidak nyata. Ada (yang sama) tapi proses hidup sampai mati memiliki perbedaan yang sangat besar," ujar Ha Yu-soo (62 tahun), salah satu peserta kursus kematian, seperti dilansir Reuters, Jumat (8/7/2011).

Seminar dan kursus kematian ini diselenggarakan oleh kantor kabupaten di timur laut Seoul. Motto kursus adalah 'Don't take life for granted'.

Baek Sung-ok, pasien kanker ovarium yang memilih keluar dari kemoterapi beberapa tahun lalu, mengatakan pengalaman berada dalam peti mati membuatnya merasa lebih menghargai orang-orang di sekelilingnya.

"Saya akan meninggalkan sifat serakahan dalam hubungan dengan suami dan mencintai anak-anakku lagi," katanya seraya bangkit dari peti mati.

Pengalaman yang sama juga dirasakan Lee Myung-hee (42 tahun) seorang ibu dari 2 orang anak. Ia mengatakan pengalaman berada di dalam peti mati membuatnya menyadari betapa dia mencintai keluarganya dan tidak ingin terlalu dini memikirkan kematian, terlebih untuk bunuh diri.

"Kematian bisa datang tanpa memandang usia. Saya pikir itu bisa datang kepada siapa pun di sekitar saya, jadi saya tidak harus berpikir kematian adalah urusan saya (bunuh diri). Saya pikir ini adalah kesempatan baik untuk mempersiapkan akhir kehidupan dengan cara yang tenang," kata Lee Myung-hee, seperti dilansir Telegraph.

Kang Kyung-ah, instruktur seminar dan profesor keperawatan di Sahmyook University mengatakan bahwa seminar dan kursus 'kematian' tersebut akan menguntungkan bagi Korea Selatan, terutama bagi orang berusia 20-an, 30-an dan 40-an tahun, dimana tingkat bunuh diri cenderung tertinggi di antara kelompok usia tersebut.

Bunuh diri adalah masalah besar di Korea Selatan. Diantara negara-negara anggota Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), Korea Selatan adalah peringkat tertinggi untuk bunuh diri, dengan peningkatan tajam setelah krisis keuangan Asia melanda pada tahun 1997 dan hingga kini masih terus meningkat.

Data bunuh diri online yang memperlihatkan banyaknya bunuh diri di kalangan selebriti K-pop dan bahkan mantan presiden menunjukkan sisi negatif dari pembangunan ekonomi yang pesat dan suasana yang sangat kompetitif.

"Penyebab utama kematian usia 20-an, 30-an dan 40-an tahun adalah bunuh diri. Orang-orang ini adalah kelompok usia kerja. Kursus ini dapat mengubah makna hidup seseorang dan memberikan kesempatan untuk mengenal diri sendiri," kata Kang.

Menurut Kang, program ini akan membuat orang berpikir tentang kehidupan. Saat latihan kematian berakhir, suasana muram akan berakhir pula. Peserta akan senang bisa kembali dari kematian dan mulai bertepuk tangan dan menyanyikan sebuah lagu berjudul 'Happy'.




Sumber : detik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Games Online

Taxi Truck

Play free Games - a game from Driving | Racing Games